jikasaja ada yang rajin menyimpan klipingan artikel harian “Pikiran Rakyat”sekitar tahun 1983, tentu akan menemukan tulisan dokter Sosrohusodomengenai pengalamannya bertemu dengan seorang dokter tua asal Jermanbernama Poch di pulau Sumbawa Besar pada tahun 1960. Dokter tua itukebetulan memimpin sebuah rumah sakit besar di pulau tersebut.
Tapibukan karena mengupas kerja dokter Poch, jika kemudian artikel itumenarik perhatian banyak orang, bahkan komentar sinis dan cacian! Namunkesimpulan akhir artikel itulah yang membuat banyak orang mengerutkankening. Sebab dengan beraninya Sosro mengatakan bahwa dokter tua asalJerman yang pernah berbincang-bincang dengannya, tidak lain adalahAdolf Hitler, mantan diktator Jerman yang super terkenal karena telahmembawa dunia pada Perang Dunia II!
Beberapa“bukti” diajukannya, antara lain dokter Jerman tersebut caraberjalannya sudah tidak normal lagi, kaki kirinya diseret. Tangankirinya selalu gemetar. Kumisnya dipotong persis seperti gaya aktorCharlie Chaplin, dengan kepala plontos. Kondisi itu memang menjadi cirikhas Hitler pada masa tuanya, seperti dapat dilihat sendiri padabuku-buku yang menceritakan tentang biografi Adolf Hitler (terutamasaat-saat terakhir kejayaannya), atau pengakuan Sturmbannführer HeinzLinge, bekas salah seorang pembantu dekat sang Führer. Dan masih banyak“bukti” lain yang dikemukakan oleh dokter Sosro untuk mendukungdugaannya.
KeyakinanSosro yang dibangunnya dari sejak tahun 1990-an itu hingga kini tetaptidak berubah. Bahkan ia merasa semakin kuat setelah mendapatkan buktilain yang mendukung ‘penemuannya’. “Semakin saya ditentang, akansemakin keras saya bekerja untuk menemukan bukti-bukti lain,” katalelaki yang lahir pada tahun 1929 di Gundih, Jawa Tengah ini ketikaditemui di kediamannya di Bandung.
Andaisaja benar dr. Poch dan istrinya adalah Hitler yang tengah melakukanpelarian bersama Eva Braun, maka ketika Sosro berbincang dengannya,pemimpin Nazi itu sudah berusia 71 tahun, sebab sejarah mencatat bahwaAdolf Hitler dilahirkan tanggal 20 April 1889. “Dokter Poch itu amatmisterius. Ia tidak memiliki ijazah kedokteran secuilpun, dansepertinya tidak menguasai masalah medis,” kata Sosro, lulusan FakultasKedokteran Universitas Indonesia yang sempat bertugas di pulau SumbawaBesar ketika masih menjadi petugas kapal rumah sakit Hope.
Sebenarnya,tumbuhnya keyakinan pada diri Sosro mengenai Hitler di pulau SumbawaBesar bersama istrinya Eva Braun, tidaklah suatu kesengajaan. Ketikabertugas di pulau tersebut dan bertemu dengan seorang dokter tua asalJerman, yang ada pada benak Sosro baru tahap kecurigaan saja.
Meskipunbegitu, ia menyimpan beberapa catatan mengenai sejumlah “kunci” yangternyata banyak membantu. Perhatiannya terhadap literatur tentangHitler pun menjadi kian besar, dan setiap melihat potret tokohtersebut, semakin yakin Sosro bahwa dialah orang tua itu, orang tuayang sama yang bertemu dengannya di sebuah pulau kecil d Indonesia!
Ketidaksengajaan itu terjadi pada tahun 1960, berarti sudah dua puluh tahun lebih ia meninggalkan pulau Sumbawa Besar.
Suatusaat, seorang keponakannya membawa majalah Zaman edisi no.15 tahun1980. Di majalah itu terdapat artikel yang ditulis oleh Heinz Linge,bekas pembantu dekat Hitler, yang berjudul “Kisah Nyata Dari Hari-HariTerakhir Seorang Diktator”, yang diterjemahkan ke dalam bahasaIndonesia oleh Try Budi Satria.
Padahalaman 59, Linge mula-mula menceritakan mengenai bunuh diri Hitler danEva Braun, serta cara-cara membakar diri yang kurang masuk di akal.Kemudian Linge membeberkan keadaan Hitler pada waktu itu.
“Beberapaalinea dalam tulisan itu membuat jantung saya berdetak keras, sepertimenyadarkan saya kembali. Sebab di situ ada ciri-ciri Hitler yang jugasaya temukan pada diri si dokter tua Jerman. Apalagi setelah sayamembaca buku biografi ‘Hitler’. Semuanya ada kesamaan,” ungkap ayahempat anak ini.
HeinzLinge menulis, “beberapa orang di Jerman mengetahui bahwa Führer sejaksaat itu kalau berjalan maka dia menyeret kakinya, yaitu kaki kiri.Penglihatannya pun sudah mulai kurang terang serta rambutnya hampirsama sekali tidak tumbuh... kemudian, ketika perang semakin menghebatdan Jerman mulai terdesak, Hitler menderita kejang urat.”
Lingemelanjutkan, “di samping itu, tangan kirinya pun mulai gemetar padawaktu kira-kira pertempuran di Stalingrad (1942-1943) yang tidakmembawa keberuntungan bagi bangsa Jerman, dan ia mendapat kesukaranuntuk mengatasi tangannya yang gemetar itu.” Pada akhir artikel, Lingemenulis, “tetapi aku bersyukur bahwa mayat dan kuburan Hitler tidakpernah ditemukan.”
LaluSosro mengenang kembali beberapa dialog dia dengan “Hitler”, saat Sosroberkunjung ke rumah dr. Poch. Saat ditanya tentang pemerintahan Hitler,kata Sosro, dokter tua itu memujinya. Demikian pula dia menganggapbahwa tidak ada apa-apa di kamp Auschwitz, tempat ‘pembantaian’orang-orang Yahudi yang terkenal karena banyak film propaganda Amerikayang menyebutkannya.
“Ketikasaya tanya tentang kematian Hitler, dia menjawab bahwa dia tidak tahusebab pada waktu itu seluruh kota Berlin dalam keadaan kacau balau, dansetiap orang berusaha untuk lari menyelamatkan diri masing-masing,”tutur Sosrohusodo.
Disela-sela obrolan, dr. Poch mengeluh tentang tangannya yang gemetar.Kemudian Sosro memeriksa saraf ulnarisnya. Ternyata tidak ada kelainan,demikian pula tenggorokannya. Ketika itu, ia berkesimpulan bahwakemungkinan “Hitler” hanya menderita parkisonisme saja, melihat usianyayang sudah lanjut.
Yangmembuat Sosro terkejut, dugaannya bahwa sang dokter mungkin terkenatrauma psikis ternyata diiyakan oleh dr. Poch! Ketika disusul denganpertanyaan sejak kapan penyakit itu bersarang, Poch malah bertanyakepada istrinya dalam bahasa Jerman.
“Itukan terjadi sewaktu tentara Jerman kalah perang di Moskow. Ketika ituGoebbels memberi tahu kamu, dan kamu memukul-mukul meja,” ucap istrinyaseperti ditirukan oleh Sosro. Apakah yang dimaksud dengan Goebbelsadalah Joseph Goebbels, Menteri Propaganda Jerman yang terkenal setiadan dekat dengan Hitler? Istrinya juga beberapa kali memanggil dr. Pochdengan sebutan “Dolf”, yang mungkin merupakan kependekan dari Adolf!
Setelahmemperoleh cemoohan sana-sini sehubungan dengan artikelnya, tekadSosrohusodo untuk menuntaskan masalah ini semakin menggebu. Ia mengakubahwa kemudian memperoleh informasi dari pulau Sumbawa Besar bahwa Pochsudah meninggal di Surabaya. Beberapa waktu sebelum meninggal, istrinyapulang ke Jerman. Poch sendiri konon menikah lagi dengan nyonya S,wanita Sunda asal Bandung, karyawan di kantor pemerintahan di pulauSumbawa Besar!
Untukmenemukan alamat nyonya S yang sudah kembali lagi ke Bandung, Sosromengakui bukanlah hal yang mudah. Namun akhirnya ada juga orang yangmemberitahu. Ternyata, ia tinggal di kawasan Babakan Ciamis! Semulanyonya S tidak begitu terbuka tentang persoalan ini. Namun karena terusdibujuk, sedikit demi sedikit mau juga nyonya S berterus terang.
Begitujuga dengan dokumen-dokumen tertulis peninggalan suaminya kemudiandiserahkan kepada Sosrohusodo, termasuk foto saat pernikahan mereka,plus rebewes (SIM) milik dr. Poch yang ada cap jempolnya. Dari nyonya Sdiketahui bahwa dr. Poch meninggal tanggal 15 Januari 1970 pukul 19.30pada usia 81 tahun di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya akibatserangan jantung. Keesokan harinya dia dimakamkan di desa Ngagel.
Dalamsalah satu dokumen tertulis, diakuinya bahwa ada yang amat menarik danmendukung keyakinannya selama ini. Pada buku catatan ukuran saku yangsudah lusuh itu, terdapat alamat ratusan orang-orang asing yang tinggaldi berbagai negara di dunia, juga coretan-coretan yang sulit dibaca. Dibagian lainnya, terdapat tulisan steno. Semuanya berbahasa Jerman.Meskipun tidak ada nama yang menunjukkan kepemilikan, tapi diyakinikalau buku itu milik suami nyonya S.
Disampul dalam terdapat kode J.R. KepaD no.35637 dan 35638, denganmasing-masing nomor itu ditandai dengan lambang biologis laki-laki danwanita. “Jadi kemungkinan besar, buku itu milik kedua orang tersebut,yang saya yakini sebagai Hitler dan Eva Braun,” tegasnya dengan suarayang agak parau.
Negarayang tertulis pada alamat ratusan orang itu antara lain Pakistan,Tibet, Argentina, Afrika Selatan, dan Italia. Salah satu halamannya adatulisan yang kalau diterjemahkan berarti : Organisasi Pelarian. TuanOppenheim pengganti nyonya Krüger. Roma, Jl. Sardegna 79a/1.Ongkos-ongkos untuk perjalanan ke Amerika Selatan (Argentina).
Lalu,ada pula satu nama dalam buku saku tersebut yang sering disebut-sebutdalam sejarah pelarian orang-orang Nazi, yaitu Prof. Dr. Draganowitch,atau ditulis pula Draganovic. Di bawah nama Draganovic tertulisDelegation Argentina da imigration Europa – Genua val albaro 38. secaraterpisah di bawahnya lagi tertera tulisan Vatikan. Di halaman laindisebutkan, Draganovic Kroasia, Roma via Tomacelli 132.
MajalahIntisari terbitan bulan Oktober 1983, ketika membahas Klaus Barbiealias Klaus Altmann bekas polisi rahasia Jerman zaman Nazi, menyebutkanalamat tentang Val Albaro. Disebutkan pula bahwa Draganovic memangmemiliki hubungan dekat dengan Vatikan Roma. Profesor inilah yangmembantu pelarian Klaus Barbie dari Jerman ke Argentina. Pada tahun1983 Klaus diekstradisi dari Bolivia ke Prancis, negara yangmenjatuhkan hukuman mati terhadapnya pada tahun 1947.
“Masihbanyak alamat dalam buku ini, yang belum seluruhnya saya ketahuirelevansinya dengan gerakan Nazi. Saya juga sangat berhati-hati tentanghal ini, sebab menyangkut negara-negara lain. Saya masih harus bekerjakeras menemukan semuanya. Saya yakin kalau nama-nama yang tertera dalambuku kecil ini adalah para pelarian Nazi!” tandasnya.
Mengenaitulisan steno, diakuinya kalau ia menghadapi kesulitan dalammenterjemahkannya ke dalam bahasa atau tulisan biasa. Ketika memintabantuan ke penerbit buku steno di Jerman, diperoleh jawaban bahwa stenoyang dilampirkan dalam surat itu adalah steno Jerman “kuno” sistemGabelsberger dan sudah lebih dari 60 tahun tidak digunakan lagisehingga sulit untuk diterjemahkan.
Tetapipenerbit berjanji akan mencarikan orang yang ahli pada stenoGabelsberger. Beberapa waktu lamanya, datang jawaban dari Jerman denganterjemahan steno ke dalam bahasa Jerman. Sosrohusodo menterjemahkannyakembali ke dalam bahasa Indonesia. Judul catatan dalam bentuk stenoitu, kurang lebih berarti “keterangan singkat tentang pengejaranperorangan oleh Sekutu dan penguasa setempat pada tahun 1946 diSalzburg”. Kota ini terdapat di Austria.
Didalamnya berkisah tentang “kami berdua, istri saya dan saya pada tahun1945 di Salzburg”. Tidak disebutkan siapakah ‘kami berdua’ di situ. Duainsan tersebut, kata catatan itu, dikejar-kejar antara lain oleh CIC(dinas rahasia Amerika Serikat). Pada pokoknya, menggambarkanpenderitaan sepasang manusia yang dikejar-kejar oleh pihak keamanan.
Didalamnya juga terdapat singkatan-singkatan yang ditulis oleh hurufbesar, yang kalau diurut akan menunjukkan rute pelarian keduanya, yaituB, S, G, J, B, S, R. “Cara menyingkat seperti ini merupakan kebiasaanHitler dalam membuat catatan, seperti yang pernah saya baca dalamliteratur yang lainnya,” Sosrohusodo memberikan alasan.
Darisingkatan-singkatan itu, lalu Sosro mencoba untuk mengartikannya, yangkemudian dikaitkan dengan rute pelarian. Pelarian dimulai dari B yangberarti Berlin, lalu S (Salzburg), G (Graz), J (Jugoslavia), B(Beograd), S (Sarajevo) dan R (Roma). Tentang Roma, Sosro menjelaskanbahwa itu adalah kota terakhir di Eropa yang menjadi tempatpelariannya. Setelah itu mereka keluar dari benua tersebut menuju kesuatu tempat, yang tidak lain tidak bukan adalah pulau Sumbawa Besar diNusantara tercinta!
Iamengutip salah satu tulisan dalam steno tadi : “Pada hari pertama dibulan Desember, kami harus pergi ke R untuk menerima suatu suratpaspor, dan kemudian kami berhasil meninggalkan Eropa”. Ini, kataSosro, sesuai dengan data pada paspor dr. Poch yang menyebutkan bahwapaspor bernomor 2624/51 diberikan di Rom (tanpa huruf akhir A)”. Dibuku catatan berisi ratusan alamat itu, nama Dragonic dikaitkan denganRoma, begitulah Sosro memberikan alasan lainnya.
Lalumengenai Berlin dan Salzburg, diterangkannya dengan mengutip majalahZaman edisi 14 Mei 1984. Dikatakan bahwa sejarah telah mencatatperistiwa jatuhnya pesawat yang membawa surat-surat rahasia Hitler yangjatuh di sekitar Jerman Timur pada tahun 1945. “Ini juga menunjukkanrute pelarian mereka,” katanya lagi.
Lalubagaimana komentar nyonya S yang disebut-sebut Sosro sebagai istrikedua dr. Poch? Konon ia pernah berterus terang kepada Sosro. Suatuhari suaminya mencukur kumis mirip kumis Hitler, kemudian nyonya Smempertanyakannya, yang kemudian diiyakan bahwa dirinya adalah Hitler.“Tapi jangan bilang sama siapa-siapa,” begitu Sosro mengutip ucapannyonya S.
Membacadan menyimak ulasan dr. Sosrohusodo, sekilas seperti ada saling kaitmengkait antara satu dengan yang lainnya. Namun masih banyak pertanyaanyang harus diajukan kepada Sosro, dengan tidak bermaksud meremehkanpendapat pribadinya berkaitan dengan Hitler, sebab mengemukakanpendapat adalah hak setiap warga negara.
BahkanSosrohusodo sudah membuat semacam diktat yang memaparkan pendapatnyatentang Hitler, dilengkapi dengan sejumlah foto yang didapatnya darinyonya S. Selain itu, isinya juga mengisahkan tentang pengalaman sejakdia lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia hinggabertugas di Bima, Kupang, dan Sumbawa Besar. Ia juga telah mengajukanhasil karyanya ke berbagai pihak, namun belum ada tanggapan. “Padahaltidak ada maksud apa-apa di balik kerja saya ini, hanya inginmenunjukkan bahwa Hitler mati di Indonesia,” katanya mantap.
Bukanhanya Sosro yang mempunyai teori tentang pelarian Hitler dari Jerman ketempat lain, tapi beberapa orang di dunia ini pernah mengungkapkannyadalam media massa. Peluang untuk berteori seperti itu memang ada, sebabketika pemimpin Nazi tersebut diduga mati bersama Eva Braun tahun 1945,tidak ditemukan bukti utama berupa jenazah!
Adalahtugas para pakar dalam bidang ini untuk mencoba mengungkap segalasesuatunya, termasuk keabsahan dokumen yang dimiliki oleh Sosrohusodo,nyonya S, atau makam di Ngagel yang disebut sebagai tempatbersemayamnya dr. Poch.
sumber: http://jelajahunik.blogspot.com/2010/04/adolf-hitler-pernah-bersembunyi-di.html
0 Komentar:
Posting Komentar