Bab XI: Sejarah Talmud dan Kaitanya Dengan Zionis (bag.2)
Setelah penulis sampaikan kepada Anda isi dari Mishnah, kini penulis sajikan kepada Anda bagian utama yang kedua dari Talmud yaitu Gemara. Gemara merupakan syarah, penjelasan, komentar, tafsir atau catatan pinggir dari Mishnah. Gemara lahir dikarenakan begitu banyaknya teks-teks yang masih global yang tidak jelas penafsirannya dalam kitab Mishnah. Ini bukanlah hal yang mengherankan karena Mishnah lahir dari inspirasi rabi yang berbeda-beda yang masing-masing merasa memiliki otoritas sebagai “penyampai Taurat Lisan” ini padahal sejatinya kitab itu lahir dari kepentingan pribadi para rabi. Cukup lama waktu yang dibutuhkan oleh para rabi dalam menyelesaikan pembuatan kitab Gemara ini, yakni sekitar empat abad dari abad ke-2 Masehi hingga akhir abad ke-6. Menurut sejarah Yahudi sendiri, orang pertama yang melakukan syarah terhadap Mishnah adalah dua putra rabi Judah Hanasi, Rabi Gamaliel dan Rabi simeon. Kemudian ini diteruskan oleh Rabi Ashi di Sura, sebuah kota yang terletak di tepi sungai Eufrat pada tahun 365 M sampai 435 M. Dan disempurnakan oleh Rabi Abino dan terakhir oleh Rabi jose pada tahun 498 M.
Ada hal yang mendasar dari syarah Mishnah ini atau Gemara yaitu ia ditulis dalam bahasa Aramaika (Aramaic. Bagi Anda yang ingin tahu bagaimana bahasa Aramaika ini dapat Anda ketahui melalui film karya Mel Gibson: The Passion of Christ ) sedangkan Mishnah ditulis dalam bahasa Ibrani. Dan bahasa Ibrani yang digunakan pada Mishnah adalah bahasa Ibrani baru yang tidak sama dengan bahasa Ibrani yang digunakan pada Kitab Perjanjian Lama. Sebab, ketika Mishnah dituliskan, bani Israel tidak lagi menggunakan bahasa Ibrani sehari-hari melainkan bahasa Aramaika. Bahasa Ibrani pada waktu itu hanyalah mereka gunakan untuk kepentingan menulis hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan saja. Bahasa Ibrani yang mereka gunakan telah bercampur dengan bahasa-bahasa bangsa yang telah menjajah mereka yaitu Yunani, Latin (Romawi) dan Persia.
Dalam sejarahnya, Talmud ada dua versu yaitu Talmud Palestina dan Talmud Babilonia. Talmud Palestina memiliki masa penyusunan yang cukup lama yaitu dari abad ke-2 hingga abad ke-5 M. Rabi yang menyusun Talmud ini bukanlah rabi-rabi Palestina melainkan rabi-rabi kerajaan yang diketuai oleh Jochana.Adapun Talmud Babilonia berawal pada abad ke-4 dan berakhir pada abad ke-6 dengan menggunakan bahasa Aramaika dan Talmud ini bukanlah karya satu tangan rabi melainkan banyak rabi dengan zaman yang berbeda-beda.
Gemara memiliki lampiran-lampiran yang disebut dalam bahasa Ibrani dengan Tosephoth. Rabi Chaia dianggap sebagai tokoh pertama yang memberikan komentarnya pada Gemara, dan komentarnya tersebut dinamakan dengan Baraietoth atau pendapat-pendapat murni yang disusupkan ke dalamnya. Ini berupa tafsiran dan penjelasan yang diberikan ulama terhadap Mishnah di luar sekolah pembelajaran agama Yahudi.
Semua komentar dan pendapat tersebut menjadi lengkap setelah adanya pendapat sampingan dalam bentuk komentar-komentar pendek atau prinsip sederhana yang dinamakan Piske Tosephoth. Talmud yang terdiri dari Mishnah dan Gemara ini menjadi sebuah kitab yang begitu tambun, tetapi belum tersusun rapi karena begitu banyak komentar-komentar sampingan. Adalah Rabi Ishaq ben Ya’qub menerbitkan Talmud kecil yang dinamakan Hilkhoth yang berarti tradiis, sunnah atau adat. Rabi ini banyak menghapus teks-teks yang berisi perdebatan panjang yang menjemukan. Usahanya ini mendapat tentangan dari mayoritas sekte dalam agama Yahudi.Adalah Rabi Maimonides (Moses ben Maimon) pada tahun 1180 (576 H) mengeluarkan karyanya yang mashur yang berjudul Mishnah Torah yang berarti “Pengembalian Undang-Undang”. Kitab ini juga masyhur dengan sebutan Iad Chazakah yang berarti “Tangan yang Kuat”.
Ilustrasi Rabi Maimonides
Rabi Maimonides, yang mendapat julukan Si Rajawali Candi Yahudi karena begitu besar jasanya dalam menyusun Talmud yang hingga kini ini sebagai bahan rujukan utama, menyertakan bahasan filsafat besar di dalam karyanya tersebut.
Rabi Maimonides, yang mendapat julukan Si Rajawali Candi Yahudi karena begitu besar jasanya dalam menyusun Talmud yang hingga kini ini sebagai bahan rujukan utama, menyertakan bahasan filsafat besar di dalam karyanya tersebut.
Pada tahun 1240 M muncul sebuah kitab Talmud yang sudah disederhanakan di bawah pengawasan Rabi Ya’qub Ben Asher. Rabi ini merubah karya Rabi Maimonides dengan menghapuskan begitu banyak undang-undang. Para rabi berkonsensus untuk menamakan teks gubahan ini dengan nama Arbaa Turim yang berarti “Undang-Undang Talmud yang Empat”.
Setelah berlalu sekian lama, oleh karena adanya kontradiksi yang jelas antara faksi Fashi, Maimonides dan Asher, muncullah kebutuhan yang tinggi untuk mengadakan sebuah kitab Talmud yang mengandung berbagai solusi dan hukun-hukum praktis ringkas. Seorang rabi dari Palestina yang bernama Joseph ben Ephraim Caro segera memulai pekerjaan besar dan menghasilkan sebuah kitab yang bernama Shulhan Arukh (Set Table) yang berisi berbagai komentar terhadap kitab Arbaa Turim.
Akan tetapi tidak semua Yahudi, yang terpecah menjadi Yahudi Timur dan Barat, menerimanya. Yahudi Barat tidak menerima kitab Shulhan Arukh ini. Oleh karena itu, Rabi Musa Isirlisi menyusun sebuah kitab yang berisis komentar-komentarnya terhadap kitab Shulhan Arukh dengan nama Darakhi Musa yang berarti “Jalan Musa”. Dan Kitab ini ternyata diterima oleh kalangan Yahudi Barat.
0 Komentar:
Posting Komentar