Rabu, 14 Juli 2010

Ancaman Global Freemasonry (Bagian 2)

BAB : I

Dari Ordo Templar Ke Mesir Kuno

PEJUANG SALIB

Akar Masonry dapat ditelusuri hingga ke Perang Salib melawan Muslim yang dimulai oleh Paus Urban II.

Umumnya ahli sejarah beranggapan bahwa Freemasonry berawal mula dari Perang Salib. Meskipun Masonry baru terbentuk dan diakui secara resmi di Inggris pada awal abad ke-18, sebenarnya organisasi tersebut mengakar jauh hingga ke Perang Salib di abad ke-12. Di pusat kisah yang umum dikenal ini terdapat suatu ordo tentara salib yang dinamakan Ksatria Templar atau para Templar.

Enam tahun sebelum buku ini, buku kami yang berjudul New Masonic Order (Ordo Masonik Baru), mengkaji sejarah para Templar dengan amat terperinci. Jadi, kali ini hanya akan diberikan ikhtisarnya. Sebab, begitu kita menganalisis akar dari Masonry, dan pengaruhnya pada dunia, kita menemukan arti dari 
“Freemasonry Global”.

Betapapun banyaknya yang bersikeras bahwa Perang Salib adalah ekspedisi militer yang dilakukan atas nama iman Kristiani, pada dasarnya keuntungan materilah yang menjadi tujuannya. Pada periode Eropa dilanda kemiskinan dan kesengsaraan yang berat, kemakmuran dan kekayaan bangsa Timur, terutama bangsa Muslim di Timur Tengah, menarik perhatian bangsa Eropa. Walaupun menggunakan wajah agama, dan dihiasi dengan simbol-simbol Kristiani, gagasan Perang Salib sebenarnya lahir dari hasrat akan keuntungan duniawi. Inilah yang menyebabkan perubahan tiba-tiba dari kebijakan cinta damai sebelumnya di kalangan Kristen Eropa pada periode awal sejarah mereka, kepada agresi militer.

Pejuang-pejuang salib membawa malapetaka ke Yerusalem. Lukisan abad pertengahan di atas menggambarkan beberapa adegan mengerikan yang terjadi.

Pengagas Perang Salib adalah Paus Urban II. Pada tahun 1095, ia menyelenggarakan Konsili Clermont, di mana doktrin Kristen sebelumnya yang cinta damai ditinggalkan. Perang suci diserukan, dengan tujuan untuk merebut tanah suci dari tangan bangsa Muslim. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan konsili, dibentuklah pasukan Pejuang Salib yang amat besar, terdiri dari para tentara, dan puluhan ribu rakyat biasa.

Para ahli sejarah percaya bahwa upaya Urban II didorong oleh keinginannya untuk merintangi pencalonan seorang pesaingnya dalam kepausan. Sedangkan di balik sambutan penuh semangat dari para raja, pangeran, dan bangsawan Eropa atas seruan Paus, tujuan mereka pada dasarnya bersifat keduniaan. Sebagaimana diungkapkan oleh Donald Queller dari Universitas Illinois, “Ksatria-ksatria Prancis menginginkan lebih banyak tanah. Pedagang-pedagang Italia berharap untuk mengembangkan perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Timur Tengah.... Sejumlah besar orang miskin bergabung dengan ekspedisi sekadar untuk melarikan diri dari kerasnya kehidupan sehari-hari mereka.” Sepanjang jalan, massa yang serakah ini membantai banyak orang Muslim, dan bahkan Yahudi, dengan harapan untuk menemukan emas dan permata. Pejuang-pejuang salib bahkan membelah perut korban-korban mereka untuk menemukan emas dan batu-batu berharga yang mungkin telah mereka telan sebelum mati. Begitu besarnya keserakahan para pejuang salib akan harta, sehingga tanpa sesal mereka merampok kota Kristen Konstantinopel (Istanbul) pada Perang Salib IV, dan melucuti daun-daun emas dari lukisan-lukisan dinding Kristiani di Hagia Sophia.
Pejuang-pejuang salib menebas semua yang hidup di tanah yang mereka taklukkan.
Setelah perjalanan yang panjang dan sulit, serta begitu banyak perampasan dan pembantaian orang-orang Muslim, gerombolan campur aduk yang disebut Pejuang Salib ini mencapai Yerusalem di tahun 1099. Ketika akhirnya kota itu jatuh, setelah pengepungan selama hampir lima minggu, para Pejuang Salib masuk. Mereka melakukan kebuasan hingga tingkatan yang jarang disaksikan dunia. Semua orang Muslim dan Yahudi di kota itu mati di ujung pedang. Dalam narasi seorang ahli sejarah, “Mereka membunuh semua orang Saraken (Sebutan mereka untuk umat Muslim) dan Turki yang mereka temukan… baik lelaki maupun wanita.” Salah seorang Pejuang Salib, Raymond of Aguiles, menyombongkan kekejaman ini:

“Tampaklah pemandangan yang menakjubkan. Sebagian orang-orang kami (dan ini lebih murah hati) memenggal kepala-kepala musuh; yang lainnya memanah mereka, sehingga berjatuhan dari menara-menara; yang lain lagi menyiksa lebih lama dengan melemparkan mereka ke dalam api. Gundukan kepala, tangan, dan kaki tampak di jalan-jalan kota. Orang harus mencari jalan di antara mayat-mayat manusia dan kuda. Tetapi ini belum apa-apa dibandingkan dengan apa yang terjadi di Kuil Sulaiman, tempat kebaktian keagamaan biasanya dinyanyikan… di dalam Kuil dan serambi Sulaiman, orang-orang berkuda berkubang darah hingga ke lutut dan tali kekang mereka."

Selama dua hari, pasukan Pejuang Salib membunuh sekitar 40.000 Muslim dengan cara yang sangat biadab. Pejuang salib kemudian menjadikan Yerusalem ibukota mereka, dan membangun Kerajaan Latin yang membentang dari perbatasan Palestina hingga ke Antioch (Antakia).

Selanjutnya, para pejuang salib mulai berupaya untuk memperjuangkan posisinya di Timur Tengah. Untuk mempertahankan apa yang telah mereka bangun, mereka perlu mengorganisirnya. Untuk itu mereka membentuk ordo-ordo militer, dalam bentuk yang belum pernah ada sebelumnya. Anggota ordo-ordo ini datang dari Eropa ke Palestina, dan tinggal di semacam biara, di mana mereka menerima latihan militer untuk memerangi orang Muslim.
Secara khusus, salah satu dari ordo-ordo ini berbeda dengan yang lainnya. Ia mengalami transformasi yang akan memengaruhi jalannya sejarah. Namanya:
 Ordo Templar.
ORDO TEMPLAR
Ksatria templar mengembangkan kepercayaan pagan dengan kedok Kristiani.

Para Templar, atau lengkapnya, Tentara Miskin Pengikut Yesus Kristus dan Kuil Sulaiman, dibentuk pada tahun 1118, dua puluh tahun setelah tentara salib merebut Yerusalem. Pendiri ordo ini adalah dua ksatria Prancis, Hugh de Payens dan Godfrey de St. Omer. 
Berawal dari sembilan anggota, ordo ini terus berkembang. Nama kuil Sulaiman dipakai karena mereka membangun basis di gunung kuil, yakni lokasi reruntuhan kuil tersebut. Di sini pula berdiri Dome of the Rock (Qubah As-Sakhrah).

Para Templar menyebut dirinya “tentara miskin”, tetapi dalam waktu singkat mereka menjadi sangat makmur. Mereka mengontrol penuh para peziarah Kristen yang berdatangan dari Eropa ke Palestina, dan menjadi sangat kaya dari uang para peziarah tersebut. Mereka pula yang pertama kali menyelenggarakan sistem cek dan kredit, menyerupai yang ada pada sebuah bank. Menurut penulis Inggris, Michael Baigent dan Richard Leigh, mereka membangun semacam kapitalisme abad pertengahan, dan merintis jalan menuju perbankan modern dengan transaksi mereka yang berbasis bunga.

Para Templar inilah yang paling bertanggung jawab atas serangan-serangan pejuang salib dan pembantaian bangsa Muslim. Karena itulah, komandan besar Islam 
Saladin (Shalahuddin Al Ayyubi), yang mengalahkan pasukan salib pada tahun 1187 pada Pertempuran Hattin, dan kemudian membebaskan Yerusalem, menghukum mati para Templar karena pembunuhan yang mereka lakukan, walaupun sebenarnya ia mengampuni banyak sekali orang Kristen. Namun, sekalipun kehilangan Yerusalem dan mengalami kekalahan besar, para Templar terus bertahan. Dan walaupun bangsa Kristen terus menyusut di Palestina, mereka meningkatkan kekuatan di Eropa dan, pertama di Prancis, kemudian di negara-negara lain, menjadi negara dalam negara.

Tidak diragukan lagi bahwa kekuatan politik mereka menyusahkan raja-raja Eropa. Tetapi ada segi lain dari para Templar yang segera mengganggu kalangan kependetaan: ordo tersebut sedikit demi sedikit telah menyeleweng dari iman Kristen, dan sewaktu di Yerusalem telah mengambil sejumlah doktrin mistik yang asing. Berkembang juga desas-desus bahwa mereka menyelenggarakan ritus-ritus aneh untuk memberi bentuk pada doktrin mereka.

Ksatria templar yang melarikan diri dari Gereja diberi perlindungan oleh Raja Skot, Robert the Bruce. 

Akhirnya, pada tahun 1307, Raja Prancis Philip le Bel memutuskan untuk menangkap anggota-anggota ordo ini. Sebagiannya berhasil melarikan diri tetapi kebanyakan mereka tertangkap. Paus Clement V juga bergabung dalam pembersihan ini. Setelah periode panjang interogasi dan pengadilan, banyak anggota Templar mengakui keyakinan 'bidah' mereka, bahwa mereka menolak iman Kristiani dan menghina Yesus dalam misa mereka. Akhirnya, para pemimpin Templar, yang dinamai “Imam Besar (Grand Master)”, mulai dari yang terpenting dari mereka, Jacques de Molay, dihukum mati pada tahun 1314 atas perintah Gereja dan Raja. Kebanyakan mereka dijebloskan ke dalam penjara, dan ordo tersebut tumpas dan secara resmi menghilang.

Segolongan ahli sejarah cenderung melukiskan sidang pengadilan para Templar sebagai konspirasi dari Raja Prancis, dan menggambarkan para ksatria itu tak bersalah atas segala dakwaan. Tetapi, cara interpretasi ini keliru dalam beberapa segi. Nesta H. Webster, ahli sejarah Inggris terkenal dengan begitu banyak mengetahui sejarah okultisme, menganalisis berbagai aspek ini dalam bukunya, Secret Societies And Subversive Movements. Menurut Webster, kecenderungan untuk melepaskan para Templar dari bidah yang mereka akui dalam masa pengadilan tidak tepat. Pertama, selama interogasi, walau secara umum terjadi, tidak semua Templar disiksa:

Lagipula, apakah pengakuan mereka tampak seperti hasil imajinasi murni orang-orang yang disiksa? Tentunya sukar dipercaya bahwa cerita tentang upacara pembaiatan — yang disampaikan dengan rinci oleh orang-orang di berbagai negara, dituturkan dalam kalimat yang berbeda, namun semuanya saling menyerupai — merupakan karangan semata-mata. Jika para korban dipaksa untuk mengarang-ngarang, cerita mereka tentu akan saling bertentangan; segala macam ritus liar dan fantastis diteriakkan dengan penuh kesakitan untuk memenuhi tuntutan interogator mereka. Tetapi sebaliknya, masing-masing tampak seperti mendeskripsikan upacara yang sama, baik lengkap maupun tidak, dengan sentuhan personal si pembicara, dan pada dasarnya semua cerita tersebut cocok.

tampilan Freemasonry Scottish Rite masa kini 

Bagaimanapun juga, sidang pengadilan para Templar berakhir dengan tumpasnya ordo tersebut. Tetapi, walaupun sudah dibubarkan “secara resmi”, ia tidak benar-benar musnah. Selama penangkapan tiba-tiba pada tahun 1307, beberapa Templar lolos, dan berhasil menutupi jejak mereka. Menurut tesis yang berdasarkan pada berbagai dokumen sejarah, sejumlah besar mereka berlindung di satu-satunya kerajaan di Eropa yang tidak mengakui kekuasaan Gereja Katolik di abad keempat belas, yaitu Skotlandia. Di sana, mereka menyusun kekuatan kembali di bawah perlindungan Raja Skotlandia, 
Robert the Bruce. Tak lama kemudian, mereka menemukan penyamaran yang tepat untuk melanjutkan gerakan rahasia mereka: mereka menyusup ke dalam gilda (serikat sekerja) terpenting di Kepulauan Inggris abad pertengahan — loge (pemondokan) para tukang batu, dan segera, mereka menguasai loge-loge ini sepenuhnya.

Loge para tukang batu berganti nama pada awal era modern, dengan “Loge masonik”. 
Ritus Skot merupakan cabang Masonry tertua, dan berasal mula di awal abad keempat belas, dari para Templar yang berlindung di Skotlandia. Dan, nama-nama yang diberikan kepada tingkat tertinggi dalam Ritus Skot adalah gelar-gelar yang diberikan kepada para ksatria dalam ordo Templar berabad-abad sebelumnya.

Pendeknya, para Templar tidak tertumpas, sebaliknya filsafat serta berbagai kepercayaan dan upacara mereka tetap berlangsung di balik samaran 
Freemasonry. Tesis ini didukung oleh banyak bukti sejarah, dan diterima saat ini oleh banyak ahli sejarah Barat, baik mereka anggota Freemasonry ataupun tidak. Dalam buku kami, Ordo Masonik Baru, bukti ini dikaji secara terperinci.
Para Pejuang dan Para Bankir: sebuah buku tentang Ksatria Templar.

Tesis yang mengusut akar Masonry ke Ordo Templar seringkali dirujuk di dalam majalah-majalah yang diterbitkan oleh para Mason untuk kalangannya sendiri. Para Mason sangat menerima pendapat ini. Salah satu majalah ini bernama Mimar Sinan (terbitan Freemason Turki), yang menggambarkan hubungan antara Ordo Templar dengan Freemasonry dalam kata-kata berikut ini:

"Di tahun 1312, ketika Raja Prancis, di bawah tekanan Gereja, membubarkan Ordo Templar dan memberikan hak-hak mereka kepada para Ksatria St. John di Yerusalem, aktivitas para Templar tidak berhenti. Sebagian besar Templar berlindung di berbagai loge Freemason yang beroperasi di Eropa pada saat itu. Pemimpin para Templar, Mabeignac, bersama beberapa anggota lainnya, mendapatkan perlindungan di Skotlandia dengan menyamar sebagai seorang tukang batu bernama Mac Benach. Raja Skot, Robert the Bruce, menyambut mereka dan mengizinkan mereka mengembangkan pengaruh besar terhadap loge-loge Mason di Skotlandia. Sebagai hasilnya, loge-loge Skot meraih peran penting dari sisi keahlian dan ide-ide mereka. "

Freemason masa kini menggunakan nama Mac Benach dengan penuh hormat. Para Mason Skot, yang mewarisi pusaka para Templar, mengembalikannya ke Prancis bertahun-tahun kemudian dan membangun dasar bagi ritus yang dikenal sebagai Ritus Skot di sana.
Majalah Mimar Sinan, publikasi Masonik Turki yang ditujukan untuk anggotanya sendiri.
Sekali lagi, Mimar Sinan memberikan banyak informasi tentang hubungan antara Templar dan Freemasonry. Di dalam sebuah artikel berjudul “Templar dan Freemason” dinyatakan bahwa “ritual-ritual upacara pembaiatan Ordo Templar menyerupai Freemasonry masa kini.” Menurut artikel yang sama, sebagaimana di dalam Masonry, para anggota Ordo Templar saling memanggil “saudara”. Pada bagian akhir artikel tersebut, tercantum:

"Ordo Templar dan organisasi Mason saling memengaruhi dengan sangat mencolok. Bahkan ritual-ritual dari berbagai lembaga begitu mirip sehingga bagaikan disalin dari para Templar. Dalam hal ini, para Mason telah mengidentifikasi diri mereka kepada para Templar begitu jauh dan dapat dikatakan bahwa apa yang dipandang sebagai esoterisme (kerahasiaan) asli Masonik sampai tingkatan yang penting merupakan warisan dari para Templar. Ringkasnya, sebagaimana kami sebutkan pada judul esei ini, kita dapat katakan bahwa titik berangkat dari seni megah Freemansory dan garis esoteris—awalnya milik para Templar dan ujung panahnya milik para Freemason. "

Akhirnya, kami katakan, jelas bahwa 
Freemasonry mengakar hingga ke Ordo Templar, dan bahwa para Mason telah mengadopsi filsafat ordo ini. Para Mason sendiri menerimanya. Tetapi sudah tentu, hal penting bagi pembahasan kita adalah sifat dasar dari filsafat ini.
Apa yang membawa mereka ke situ?
Mengapa mereka mengalami perubahan seperti itu di Yerusalem?
Apa dampak dari filsafat yang diadopsi para Templar ini, melalui perantaraan Masonry, kepada dunia?

0 Komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More